• My Blog
  • Candlestick
  • Menit Forex
  • WP Strategy
  • Wallstreet
  • William Strategy



Jumat, 31 Januari 2014

Optimisme dan kehati-hatian di Tahun Kuda Kayu

Para pemangku kebijakan dan pelaku di bidang ekonomi menyiratkan optimisme dalam mengarungi tahun kuda kayu.  Meskipun begitu, sikap ini harus disertai kehati-hatian mengingat sejumlah tantangan pada perekonomian dalam negeri yang masih mengadang. Perekonomian 2014 adalah masa transisi yang harus dilalui dengan mulus sebelum masa ekspansi setahun setelahnya.

Optimisme dan kehati-hatian di Tahun Kuda KayuSementara obligasi yang dilempar pemerintah ke pasar pun laku keras.  Misalnya, surat utang global yang membukukan incoming bid (penawaran yang masuk) 17,5 miliar dolar AS atau lebih tinggi dari besaran yang dilepas 3 miliar dolar AS.  Pun dengan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk, yang mencatatkan incoming bid Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun dari target Rp 1,5 triliun.

TAHUN Baru Imlek akan dirayakan hari Jumat. Segala persiapan untuk menyambut datangnya tahun baru dalam perhitungan kalender masyarakat Tionghoa telah dilakukan. Bahkan di Negeri China, puluhan juta warga kembali ke kampung halaman untuk merayakan Imlek bersama sanak keluarga.

Datangnya tahun baru selalu dirayakan dengan penuh suka cita. Tahun baru selalu diharapkan membawa peruntungan yang lebih baik. Hanya tentu semua itu harus diikuti dengan  kerja keras dan juga doa kepada Yang Maha Kuasa.

Tahun Baru Imlek yang akan dijelang merupakan Tahun Kuda Kayu. Dalam mitologi masyarakat Tionghoa, kuda merupakan gambaran hewan yang memiliki daya tahan, mampu memikul beban yang berat, memiliki rasa percaya yang tinggi, dan cinta kebebasan. Unsur kayu sendiri menggambarkan keberuntungan yang besar.

Setelah kita menghadapi tahun yang berat di Tahun Ular, tentunya sekarang kesempatan untuk kembali bangkit. Peluang bagi terciptanya perbaikan dimungkinkan karena negara-negara yang tahun lalu dihadapkan kepada krisis seperti Amerika Serikat dan Eropa, kini menunjukkan pemulihan.

Bagi kita di Indonesia peluang itu dimungkinkan karena potensi ekonomi dalam negeri yang besar. Kalau kita mampu menciptakan iklim berusaha yang baik dan membangun sikap saling percaya di antara anak bangsa, maka kesempatan untuk berkembang sangatlah besar.

Kita sengaja gunakan istilah sikap saling percaya di antara anak bangsa, karena perayaan Imlek yang dihidupkan kembali oleh Gus Dur merupakan aset yang luar biasa. Kalau kita mampu menghilangkan sikap diskriminatif dan membangun kekuatan sebagai satu bangsa, maka kita akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Kita harus akui masyarakat Tionghoa diberi kelebihan jiwa kewirausahaannya. Mereka memiliki intuisi bisnis yang kuat dan pantang menyerah. Masyarakat Tionghoa sangat gigih dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Sekarang ini mereka bahkan tidak hanya sekadar mengandalkan intuisi semata, Generasi kedua dan ketiga dari keluarga masyarakat Tionghoa memiliki pendidikan yang baik. Intuisi bisnis mereka dilengkapi dengan ilmu pengetahuan yang memadai.

Itulah yang membuat perusahaan-perusahaan milik mereka berkembang lebih pesat. Perusahaan-perusahaan itu menjadi pilar perekonomian dalam negeri dan menjadi penyedia lapangan kerja bagi banyak orang.

Jaringan dan kekuatan mereka itu haruslah kita manfaatkan. Mereka harus diajak untuk bisa membantu masyarakat untuk memiliki jiwa wirausaha. Dengan itulah diharapkan jumlah pengusaha kita bisa bertambah secara signifikan.

Mengapa kita membutuhkan lahirnya lebih banyak pengusaha? Karena merekalah yang sekarang menjadi pilar pembangunan. Penyedia lapangan kerja utama bukan lagi negara, tetapi dunia usaha.

Jumlah pengusaha yang kita miliki sekarang ini terlalu minim. Dengan kurang dari dua persen pengusaha yang ada di Indonesia, peluang bagi terciptanya lapangan kerja baru juga terbatas. Padahal di negara lain seperti Singapura, China, dan Amerika Serikat jumlah pengusaha yang mereka miliki di atas tujuh persen.

Memang kita seringkali memandang miring profesi pengusaha. Bahkan mereka cenderung dianggap sebagai pihak yang bisa dijadikan sapi perahan. Pada zaman Belanda dulu, pengusaha memang dijadikan alat oleh penjajah untuk memeras rakyat.

Oleh karena perannya sebagai "sapi perahan", maka akhirnya pengusaha cenderung memeras masyarakat. Itulah yang hingga sekarang menciptakan citra buruk dari pengusaha di mata rakyat. Terutama citra buruk dari pengusaha keturunan Tionghoa yang dianggap hanya sekadar mencari untung saja.

Sekarang seharusnya kita mengubah cara pandang yang keliru itu. Pengusaha harus dilihat sebagai aset pembangunan. Untuk itu kita harus bersahabat dengan pengusaha, karena merekalah yang membuka kesempatan lapangan kerja bagi banyak orang.

Apabila kita mampu menciptakan kondisi yang saling percaya, maka kita akan bisa membangun sebuah kekuatan yang luar biasa. Dengan itulah maka kita akan mempunyai peluang untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tantangannya bagaimana kita menjadikan sikap antidiskriminasi sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh kita laksanakan. Kita bersyukur bahwa semakin banyak contoh masyarakat keturunan Tionghoa yang menduduki jabatan publik. Kita harus melihat itu sebagai sebuah kenyataan dan tidak perlu lagi menjadi penghambat.

ARTIKEL TERKAIT:

1 komentar:

  1. Dalam memilih suatu bisnis tertentu, tentu kita harus mampu mengetahui secara benar dan utuh mengenai bisnis yang akan kita jalankan tersebut. saat ini saya merasa tertarik dan cukup antusias untuk menjalankan bisnis trading forex. bisnis ini memberikan kesempatan secara luas bagi trader untuk meraih keuntungan yang tak terbatas dalam trading yang dilakukannya. pada kesempatan awal trading, saya memanfaatkan minimal deposit $5 pada akun Micro di OctaFX. dengan bantuan fasilitas Kalkulator Forex yang difasilitasi dengan sangat baik oleh OctaFX, membuat saya dapat melakukan simulasi bagi pengelolaan dana saya dalam trading. dengan seperti itu, saya dapat melakukan secara lebih baik dalam hal pengelolaan dana yang saya miliki.

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar atau kritik serta saran yang membangun untuk kemajuan isi konten blog ini, Terima kasih No Sara, No Racism